Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, apakah sampean-sampean pernah makan makanan yang namanya talas godog (mbote’, enti’)? Jika pernah, bagaimana rasanya? Enak bukan? Kalau enak berarti Anda punya bakat jadi orang susah. Wahaha. Kalau saya sih jujur sangat suka dengan penganan satu ini, karena selain mengenyangkan, citarasa khasnya itu memang pas di lidah saya (apa saya juga punya bakat jadi orang susah ya?). Kendatipun begitu, saya acap kali merasa tidak nyaman jika mengkonsumsi talas godog terlalu banyak. Ketidaknyamanan itu timbul dari perut saya yang sering merasa kembung dan seperti penuh dengan angin.
NGOPI GRATIS DARI KOPI AYAM MERAK
Mas dan Mbak Bro yang saya banggakan (huweek), di kesempatan sore menjelang maghrib ini saya ingin membagi pengalaman lucu saya kepada Anda semua. Pengalaman yang akan saya ceritakan ini erat hubangannya dengan sebuah produk kopi yang baru-baru ini iklannya selalu muncul di layar kaca Anda. Ya, sesuai dengan judul posting saya, produk kopi tersebut adalah Kopi Ayam Kampus Merak.
DON’T JUDGE A BOOK CAUSE IT'S COVER
Berkeliling kota Garut (Selasa, 21 Mei 2013), ada hal yang membuat saya tersenyum, tersipu, dan malu. Seorang ibu berpenampilan lusuh yang saya jumpai di warung bakso domba Mang Encep adalah sebab musababnya. Awalnya saya tak begitu tertarik untuk memperhatikan ibu tersebut. Selain karena pakaian dan penampilannya yang (maaf sebelumnya) lebih mirip seorang tuna wisma, body dan lekuk tubuhnya yang sudah lember membuat saya lebih memilih untuk mengarahkan pandangan saya ke sudut-sudut lain (ke mbak-mbak bohay yang ada diseberang jalan, haha). Saya juga kala itu memang tengah sibuk memotret-motret bakso domba yang saya pesan. Dimana, gambar yang saya peroleh nantinya akan digunakan sebagai bahan menulis postingan saya yang berjudul Bakso Domba; Kuliner Ajegile Khas Garut yang saya ikutkan di kontes Jelajah Gizi 2.
Bakso Domba; Kuliner Ajegile Khas Garut
Selamat pagi, siang, sore, malam (tergantung bacanya kapan) Mas Mbak Bro yang baik hatinya. Di kesempatan kali ini, saya mau memperkenalkan sebuah kuliner yang berasal dari pesisir selatan bumi parahyangan, Jawa Barat. Kuliner yang mungkin belum begitu terkenal khas dari Kabupaten Garut. Hayoo, coba tebak apa? Tolong di bantu ya, simsalabim jadi apa prok-prok-prok (Pak Tarno Mode). Dan kuliner yang mau saya bahas disini adalah taraa ... Bakso Domba Garut. Hehe. Gimana? Pernah denger nggak? Atau sudah pernah nyicip? Penasaran ya? Kalo gitu ayo ikut saya.
KENANGAN HIMABUN 08
Menyempatkan waktu ke sebuah warung internet di pojok kecil Kampung Karangpawitan, memang adalah kegiatan rutinku selama PPL di SMK ini, SMK Negeri 4 Garut. Meski sekedar hanya untuk mencari beberapa artikel dan dokumen-dokumen yang tak terlalu penting, aku tetap harus melakukannya agar murid-muridku bisa tertarik mengikuti pelajaran yang aku bawakan setiap harinya.
Mudahnya Jadi Seleb di Negeri Ini
Ada hal yang membuat saya tersenyum sinis pagi ini. Sebuah program infotainment di salah satu TV swasta adalah penyebabnya. Ya, disana disiarkan liputan dari seorang yang belum lama ini jadi artis dadakan, yaitu Lek Arya Wiguna. Saya nggak habis pikir, kenapa dia bisa jadi seleb dengan begitu cepat. Padahal saya nggak melihat apa-apa yang dia miliki yang bisa membuat dia pas dan pantas menyandang sebutan artis kecuali kalimat "Demi Tuuuuhaaaaan" yang selalu disiarkan di acara-acara infotainment saat pergolakan Adi BS dan Eyang Subur sedang panas-panasnya beberapa waktu lalu. Dari situ kemudian saya mikir. Betapa mudahnya jadi artis atau selebritis di negeri ini. Cukup dengan nyeleneh sedikit saja di depan sorot kamera, kita akan masuk liputan program-program infotainment yang nggak penting dan nggak mendidik. Kemudian kita terkenal and than jadilah kita seorang selebritis. Kalau nggak percaya, coba deh.
Aku Si OGB
Perkenalkan. Namaku OGB. Nama OGB sebetulnya aku peroleh dari menyingkat nama panjangku yaitu Obat Generik Berlogo. Aku adalah obat murah berkualitas yang disediakan oleh pemerintah untuk kalian konsumsi jika kalian sakit. Kalian bisa menemukanku di apotek, toko obat, puskesmas, atau di rumah sakit. Kalian tak akan keliru dalam mengenaliku, karena kemasanku selalu dilengkapi dengan logo khususku yaitu logo generik yang berupa lingkaran hijau bergaris putih dengan tulisan generik ditengahnya, Logonya persis sama dengan logo yang dilingkari garis kuning pada gambar strip obat di bawah ini.
GENERIK OH GENERIK
“Ora lah! Ndaftare tok seng umum ae, soale nak seko Askes, obat seng diwenei biasane obat elek (Obat Generik .red), mengko aku ra mari-mari eneh.”
-----------------------------------------------------------
“Enggaklah. Daftar lewat yang umum saja, soalnya kalau lewat Askes, obat yang dikasih biasanya obat jelek (Obat Generik .red), nanti aku nggak sembuh-sembuh lagi.”
Begitulah kurang lebih jawaban Mbokde (bibi .red) -ku yang kala itu akan melakukan registrasi di sebuah rumah sakit. Sakit yang dideritanya sejak dua minggu lalu itu memang tak kunjung reda meski sudah beberapa strip tablet obat warung dihabiskannya. Dari itulah, ia kemudian memutuskan untuk memeriksakan penyakitnya itu di sebuah rumah sakit yang letaknya tak jauh dari rumahku. Sebagai keponakan yang baik, aku pun kemudian mengantarnya berobat di rumah sakit tersebut.
Bisnis yang Cocok buat Mahasiswa
Menjalani hari-hari sebagai seorang mahasiswa, kadang memang terasa membosankan. Yah, dikatakan begitu karena yang namanya mahasiswa pasti nggak jauh-jauh dari siklus 5K (kostan, kantin, kampus, kampung (kalo pulang kampung), dan kencan (bagi yang punya pacar, hehehe). Biasanya, rasa bosan itu semakin berkecamuk dikala kondisi keuangan lagi gak menentu. Gak munafik deh, kadang uang jatah makan yang dikasih orang tua habis sebelum waktunya. Hal inilah yang kemudian menyebabkan sebagian mahasiswa memilih untuk mencari sambilan dengan bekerja paruh waktu, disela kesibukan kuliahnya. Namun, tak jarang pilihan itu menyebabkan prestasi kuliahnya menurun dengan drastis atau kesehatan tubuh menjadi lemah. Termasuk juga mungkin kamu ya, hayooo? Hehe.
Kisah Baru dan Sesuatu yang Tersisa dari Garut
Tak banyak perubahan di Garut pasca gelaran pemilihan kepala daerah di empat tahun silam. Jalanan berlubang, pedagang kaki lima, dan beberapa tukang becak dan delman (dokar .red) masih tetap menghiasi sudut-sudut kabupaten kecil ini. Tak ada yang istimewa memang, kecuali kisah-kisah kontroversional yang pastinya takkan masuk buku pelajaran sejarah anak-anak SD. Kisah-kisah yang mungkin semua orang di negeri tanah surga ini mengetahuinya. Kisah yang terlahir dari sepasang pemimpin yang pernah memegang tampuk kekuasaan di kabupaten ini. Ya, Aceng Fikri dan Dicky Chandra. Pasangan bupati dan wakil bupati yang memenangi gelaran pilkada lewat jalur independen 4 tahun silam itu, kini telah menghadirkan kisah baru pada sejarah kabupaten yang tahun 2013 ini genap berusia 200 tahun. Kisah baru yang sebaiknya hanya untuk dikenang, seperti dikenangnya poster mantan pasangan bupati dan wakil bupati itu di TV milik tukang kaset VCD bajakan yang mangkal tak jauh dari alun-alun kota. Poster yang tampak penuh debu dan kumuh tapi masih merekat begitu kuat. Poster yang bertuliskan “Yang Muda Yang Bersahaja, Yang Mengabdi dan Berbakti”.