Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Budidaya Pertanian dan Solusi Mengatasinya

Posted On // Leave a Comment
Disadari atau tidak, pencemaran lingkungan adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam. Demi kelangsungan hidupnya, manusia harus berbuat sesuatu terhadap alam, dimana pencemaran lingkungan menjadi implikasi dari interaksi tersebut.

Pencemaran lingkungan akan terjadi apabila dalam interaksi antara manusia dan alam dihasilkan bahan pencemar (pollutan) yang menyebabkan pencemaran (polusi). Pencemaran lingkungan menimbulkan dampak negatif berupa ketidakseimbangan ekosistem. Dampak tersebut sejatinya tidak dapat dihindari, hanya saja melalui pendekatan-pendekatan yang berbasis ramah lingkungan, kerugian dari interaksi yang ditimbulkan dapat diminimalisasi.

Gambar 1.  Padi atau Beras Dihasilkan dari Kegiatan Pertanian

Interaksi antara manusia dan alam salah satunya terjadi pada kegiatan pertanian. Pertanian merupakan sektor penting yang menyediakan berbagai jenis kebutuhan hidup manusia. Melalui pertanian, kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan dapat terpenuhi. Dalam konsep kekinian, pertanian menjadi satu bentuk interaksi antara manusia dan alam yang menimbulkan efek-efek pencemaran lingkungan.  Sedikitnya ada 3 faktor utama pada kegiatan pertanian yang menyebabkan pencemaran lingkungan terjadi. Ketiganya adalah penggunaan pupuk anorganik, pestisida, dan pembukaan lahan.

Pencemaran Lingkungan oleh Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik adalah pupuk yang dihasilkan dari sintetis unsur-unsur anorganik oleh pabrik. Contoh pupuk ini ialah urea, ZA, SP-36, KCl, dan lain sebagainya. Pupuk anorganik sangat akrab di kalangan petani karena khasiatnya yang dapat langsung terlihat pada pertumbuhan dan produktivitas hasil tanaman. Di sisi lain, pupuk anorganik menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan pertanian. Air dan tanah tercemari akibat kebiasaan petani yang menggunakan pupuk ini secara tidak efisien.

Gambar 2.  Aplikasi Pupuk Anorganik

Pencemaran air terjadi misalnya pada penggunaan pupuk urea. In-efisiensi penggunaan pupuk urea sering kali menyebabkan pencucian (leaching) oleh air pertanian. Dalam kondisi berikutnya, limbah domestik unsur nitrogen dari urea yang tercuci menyebabkan nitrifikasi dan penyuburan lingkungan perairan. Dampaknya, pertumbuhan dan populasi eceng gondok dan gulma air lainnya menjadi membeludak seperti yang terjadi di Waduk Rawa Pening, Danau Kerinci, dan Bendungan Batu Tegi. Pertumbuhan gulma air dalam jumlah besar selain dapat mempersulit aksesibilitas transportasi air, dekomposisi biomassa gulma yang berjalan lebih banyak juga meningkatkan laju pendangkalan perairan.

Gambar 3.  Membeludaknya Populasi Gulma Perairan akibat Nitrifikasi Urea

Pencemaran tanah oleh pupuk anorganik salah satunya disebabkan pupuk phosphat. Pupuk ini mengakibatkan sementasi atau pengerasan tanah jika jumlah pupuk yang diberikan terlalu berlebih. Pada kondisi selanjutnya, organisme tanah akan semakin menurun populasinya akibat ketidakmampuan adaptasi pada kondisi tanah yang terlalu keras. Selain menyebabkan kerusakan biologis pada tanah, sementasi juga bermuara pada pengolahan tanah yang harus dilakukan secara rutin.

Mengingat beberapa dampak yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk anorganik, konsep pertanian ramah lingkungan melalui konversi pupuk anorganik ke jenis pupuk hayati dan pupuk organik sepatutnya segera diterapkan. Saat ini telah dikembangkan berbagai jenis bakteri, jamur, dan organisme tingkat rendah lainnya yang berkemampuan mencukupi kebutuhan hara tanaman seperti bakteri Rhizobium sp. yang mampu memfiksasi nitrogen dari udara dan jamur Mikoriza Veskular Arbuskulas (MVA) yang mampu menyediakan phosphat bagi tanaman melalui serangkaian proses biokimia. Ini merupakan suatu investasi menarik karena pupuk hayati mampu memberikan khasiat secara berkesinambungan pada kesuburan tanah. Pupuk hayati sangat ramah lingkungan dan justru dapat memperbaiki kondisi ekosistem tanah yang rusak karena pupuk anorganik.

Gambar 4.  Salah Satu Contoh Jenis Pupuk Hayati

Pupuk organik juga tengah dipacu penggunaannya oleh pemerintah agar kebiasaan petani dalam menggunakan pupuk anorganik dapat menurun. Berbagai teknologi produksi pupuk organik juga telah disuluhkan oleh akademisi, praktisi, dan pemerintah agar program minimalisasi penggunaan pupuk anorganik dapat berjalan dengan baik. Kendati demikian kesadaran petani masih dirasa kurang. Informasi mengenai dampak negatif penggunaan pupuk anorganik bagi petani tidak diamalkan ke dalam bentuk peningkatan kebutuhan pupuk organik. Di sini diperlukan suatu terobosan yang sifatnya berbentuk penyuluhan psikologis agar petani secara sadar mau menggunakan pupuk organik.

Pencemaran Lingkungan oleh Pestisida
Pestisida secara umum dapat diartikan sebagai bahan beracun yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman, seperti gulma, hama, dan penyakit agar tanaman dapat tumbuh tanpa hambatan. Pestisida sesuai dengan organisme yang disasar, terbagi menjadi beberapa jenis seperti insektisida, fungisida, rodentisida, herbisida, moluskisida, dan lain-lain (lebih lengkap baca di sini!).

Gambar 5.  Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi

Penggunaan pestisida telah akrab di kalangan petani karena efektivitasnya dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman langsung dapat dirasa. Namun di sisi lain, penggunaan pestisida telah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem pertanian (agroekosistem). Penggunaan pestisida akan menyisakan residu yang mencemari air, tanah, udara, serta meningkatkan kemungkinan pengendapan toksin pada organisme biotik. Selain membunuh organisme pengganggu tanaman, daya racun pestisida juga sering kali membunuh organisme lain yang justru menguntungkan bagi usaha budidaya pertanian. Pestisida juga menimbulkan resistensi dan resurgensi hama, serta mutasi penyusun ekosistem biotik.

Penggunaan pestisida yang sangat tidak ramah lingkungan secara sadar telah menurunkan kuantitas keragaman hayati dan merusak tatanan rantai makanan. Residu racun yang terikut pada hasil pertanian juga apabila dikonsumsi dapat meningkatkan resiko timbulnya berbagai jenis penyakit pada manusia. Kanker dan mutasi genetis dimungkinkan oleh akumulasi toksin di dalam tubuh seseorang yang kerap mengkonsumsi hasil-hasil pertanian yang tercemari racun pestisida.

Gambar 6.  Ikan di Lingkungan Perairan Ikut Mati karena Pestisida

Masalah-masalah yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida tersebut sebetulnya dapat diminimalkan dampaknya melalui penggunaan pestisida nabati yang saat ini menjadi perhatian serius peneliti-peneliti muda dalam negeri. Beberapa penelitian menunjukan hasil yang signifikan terhadap kemampuan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati dalam mengendalikan berbagai jenis organisme pengganggu tanaman. Hanya saja hal ini belum menjadi perhatian serius bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan. Pemerintah di masa yang akan datang seharusnya lebih memahami hal ini. Ketergantungan terhadap pestisida anorganik harus segera ditinggalkan melalui pengenalan teknologi produksi pestisida nabati yang dapat dilakukan oleh petani secara mandiri. Selain ramah lingkungan, penggunaan pestisida nabati apabila didampingi dengan konsep pengendalian hama terpadu terbukti dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomis.

Gambar 7. Sirih; Salah Satu Bahan Pembuatan Pestisida Nabati

Pencemaran Lingkungan oleh Pembukaan Lahan
Pencemaran lingkungan oleh tindakan pembukaan lahan terjadi akibat penggunaan metode yang berlandaskan pada tujuan ekonomis semata. Baru-baru ini tentu kita mengetahui bagaimana bencana kabut asap di Provinsi Riau yang sungguh mengkhawatirkan. Asap yang dihasilkan dari proses pembukaan lahan dengan cara pembakaran telah menyiksa masyarakat sekitar. Kualitas udara di provinsi ini bahkan dalam 4 hari berada pada level berbahaya.  Bukan hanya itu. Akibat pembakaran hutan, ekosistem dan segala jenis keragaman hayati yang ada di dalamnya sudah dapat dipastikan telah rusak.

Selain menurunkan kualitas udara di lapisan atmosfer terendah, pembakaran lahan juga berkontribusi pada peningkatan gejala efek rumah kaca akibat gas karbon yang terakumulasi di lapisan atmosfer teratas. Pada keadaan selanjutnya, suhu permukaan bumi kian meningkat dan kenaikan permukaan laut menjadi implikasi dari itu semua.

Pembakaran dalam usaha budidaya pertanian sebetulnya tidak hanya terjadi pada usaha pembukaan lahan. Kegiatan panen tebu juga sering kali dilakukan dengan melakukan pembakaran. Kendati memang efek yang ditimbulkan tidak seperti pada pembukaan lahan, pembakaran pada kegiatan panen tebu apabila dilakukan tanpa kontrol yang baik tentu berpotensi memperbesar efek yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan.

Gambar 8.  Pembakaran Lahan Tebu dalam Kegiatan Pra-panen

Pembakaran lahan memang selalu menjadi masalah klasik yang terjadi setiap tahunnya. Pada musim kemarau pasti ada saja lahan yang terbakar baik disengaja maupun tidak. Beruntunglah saat ini pemerintah sudah mulai sadar akan pentingnya fungsi pengawasan terhadap hutan sebagai pengendali ekosistem. Hanya saja peran pemerintah ini harus didukung oleh kita selaku masyarakat agar dapat menjaga kepentingan orang banyak dengan mengalahkan tujuan ekonomis individualis. Selain itu, fungsi reboisasi lahan juga harus segera dioptimalkan. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama agar kelestarian di bumi tetap terjaga demi kelangsungan generasi masa kini dan generasi yang akan datang.

Demikianlah pemaparan mengenai pencemaran lingkungan yang terjadi dalam kegiatan budidaya pertanian dan solusinya. Selain untuk mengikuti lomba blog bertema “Blogger Peduli Lingkungan” yang diadakan atas kerjasama blogdetik dan WWF-Indonesia, tulisan ini penulis dedikasikan untuk mengingatkan saudara pembaca sekalian terutama bagi para petani, mengenai keadaan lingkungan kita khususnya di lingkungan pertanian. Dan sebagai pungkasan, penulis ingin mengajak kepada Anda sekalian, ayo lestarikan alam kita dan jadilah petani yang ramah lingkungan!

Gambar 9.  Hari Esok yang Lebih Baik



Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi

0 komentar: