Kagum. Itulah mungkin kata yang sempat tersirat di pikiranku ketika bapak itu memberi pesan kepada aku dan kawan-kawan.
Siang itu, aku dan kawan-kawan diundang untuk bersilaturahmi ke kediaman orang tua pembimbing PPL-ku. Cuaca yang lumayan panas untuk ukuran Garut, menyelimuti perjalananku menuju sebuah rumah kecil di Kecamatan Sukaraja, rumah yang terletak tak jauh dari jalan utama poros Garut Kota – Wanaraja. Aku berhenti dan turun dari angkot disebuah gang yang tepat disampingnya berdiri plang penunjuk arah sebuah pondok pesantren bernama Darul Ulum. Aku berjalan menyusuri trek yang menurun (tingkat kemiringan lebih dari 450). Sekitar 1 km kemudian aku tiba di rumah yang dimaksud.
Singkat cerita, setelah aku makan makanan yang dihidangkan dan bersenda gurau bersama keluarga dari pembimbing PPLku, aku dkk., kemudian diajak berkeliling oleh seorang kakek ke sebuah danau yang letaknya tak jauh dari rumah tersebut. Katanya danau ini cukup indah dan akhirnya aku memutuskan untuk ikut bersama beliau.
Dalam perjalanan menuju danau, aku menemukan sebuah tugu usang yang ternyata adalah merupakan sesuatu yang sangat tinggi nilai sejarahnya. Ya, tugu perjuangan namanya. Tugu yang mungkin tidak semua masyarakat garut mengenalnya. Di tugu itu terukirkan 7 nama pahlawan yang turut berjuang mempetahankan kemerdekaan republik ini. Mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari rongrongan tentara NICA di Agresi Militer Belanda I dan II.
Dari ke tujuh pahlawan itu, 6 diantaranya kini telah tiada dan tersisa 1 orang yang kini masih hidup. Betapa kagetnya aku ketika tahu satu orang pahlawan yang tersisa itu kini tengah berdiri disampingku, tengah berbincang, dan bergurau denganku. Tahu kalau beliau merupakan seorang yang turut berjasa untuk bangsa ini, tak ambil waktu lama aku langsung saja meminta untuk berfoto bersama beliau.
Disepanjang perjalanan mengelilingi danau aku bertanya banyak pada bapak yang bernama lengkap Letkol. Asep Rachmad itu. Ia lahir di tahun 1930 dan mulai menjadi tetara diusia 15 tahun. Banyak hal yang beliau alami tentunya diusia yang genap 83 tahun ini. Beliau juga mengkisahkan perjuangan-perjuangan beliau dan teman-temannya dalam mempertahankan kemerdekaan. “Banyak harta benda yang dikorbankan mereka dalam perjuangan. Sawah, ladang, sutra, emas, dan lain-lain dijual dan uangnya digunakan untuk membiayai konsumsi angkatan perang” kata beliau lugas (sesuatu yang nampaknya tak mungkin dilakukan oleh orang-orang dimasa sekarang)
“Hidup orang-orang dimasa sekarang adalah hidup yang jauh lebih enak, bahkan sangat enak jika dibandingkan hidupnya orang-orang di masa perang. Namun sayang karena saking enaknya, banyak orang yang sampai keblinger dan mengorbankan harga diri bangsanya demi menuruti nafsu mereka.” sambung beliau.
Banyak hal lain yang dikisahkan beliau yang tak mungkin aku tuangkan semuanya dalam posting blog ini. Yang pasti aku sangat terenyur meresapi setiap apa yang dikatakan Letkol Asep Rachman kala itu. Aku terus terang kagum atas apa yang telah beliau dan kawan-kawan lakukan untuk negeri ini, dan sangat malu pada diri sendiri yang tak pernah berkorban apa-apa untuk ibu pertiwi.
Diakhir perjalanan, aku pamit pulang menuju asrama. Setelah langkah pertama kakiku terayun, beliaukemudian memanggilku dan berpesan “Jadilah orang yang jujur dan jangan lupa sholat...!”
0 komentar:
Posting Komentar